KOPERASI ?
Koperasi merupakan kata serapan dari co-operation
yang menurut Enriques (Suci: 2010) mempunyai arti tolong menolong satu sama
lain atau saling bergandeng tangan dalam bergotong royong. Yang dimaksudkan
tolong menolong atau kerjasama dalam koperasi didominasi oleh asumsi dalam
kaitannya dengan usaha (ekonomi). Sebagaimana diutarakan oleh Bapak Koperasi
Indonesia Moh. Hatta, “Koperasi adalah usaha bersama untuk memperbaiki
nasib penghidupan ekonomi berdasarkan tolong menolong. Semangat tolong-menolong
tersebut didorong oleh keinginan memberi jasa kepada kawan berdasarkan “semua
buat seorang, seorang buat semua”.
Secara
bahasanya koperasi memang merupakan sebuah ikatan, wadah ataupun perkumpulan
berbagai individu yang telah mentekadkan diri mereka untuk saling bergotong
royong, bekerja sama. Yang
penulis maksud dalam hal ini adalah bergotong royong secara swasembada dan swakerta.
Sudah pasti dari kerjasama yang dijalani sebuah koperasi akan berjalan dengan
lancar.
Koperasi dalam lingkungan
mahasiswa (apalagi dalam wujud Unit Kegiatan Mahasiswa/UKM sangatlah menuntut
kepekaan dan kesadaran para anggotanya untuk sadar akan pentingnya bekerja
sama). Mengacu pada 7 prinsip koperasi yang berulang kali diseminarkan dan di Expo-kan,
penulis setidaknya sedikit mengambil ilmu yaitu dari prinsip koperasi dan telah melihat banyak salah kaprah dalam interpretasinya. Dalam prinsipnya, pertama
berbunyi “Keanggotaan bersifat terbuka dan sukarela”. Artinya
keanggotaan koperasi apalagi dalam tingkatan mahasiswa seharusnya bersikap apa
adanya dan dari kemauan mahasiswa itu sendiri, serta terbuka bagi
seluruh kalangan baik dari organisasi, jurusan atau fakultas manapun.
Meskipun faktanya banyak dari
beberapa kampus menerapkan system keanggotaan yang didasarkan tanpa kesediaan
mahasiswa itu sendiri dan terkenal dengan system otomatis. Banyak ditemukan dari
kita yang mengabaikan prinsip pertama ini dengan memberlakukan diskriminasi anggota
berdasarkan asal usul organisasi yang dia ikuti.
Pada prinsip yang ketujuh berbunyi,
“Kerjasama antar koperasi”. Jika kita pikirkan bagaimana mungkin sebuah
koperasi dapat bekerjasama dengan koperasi yang lain jika koperasi itu sendiri
tidak menghendaki kegotongroyongan? sudah seyogyanya koperasi menjadi salah
satu sarana bangsa untuk memupuk rasa gotong royong yang berhiaskan keramahan
namun tegas seperti karakter bangsa yang dicetuskan para leluhur kita. Tidak
bisa kita pungkiri bahwa dalam memaknai
gotong royong dalam koperasi tidak bisa secara parsial hanya dari segi proses
usahanya saja. Tetapi juga termasuk dalam
pengelolaan dan kelangsungan hidup koperasi itu sendiri. Banyak kasus koperasi
bangkrut hanya karena tidak bisa menjalankan roda gotong royong yang merupakan
jati diri koperasi. Imbasnya koperasi tersebut tidak lagi melakukan usaha dalam
visi swasembada maupun swakerta, memajukan memperjuangkan kepentingan bersama
tapi hanya mengejar profit belaka.
Sekali lagi kerja sama atau gotong
royong dalam koperasi itu merupakan salah satu jati diri dari koperasi itu
sendiri. Jika koperasi “sudah melupakan” urgensi dari gotong royong (dalam
artian saling bagi tugas dan saling memberi kepercayaan dsb.) Maka sepertinya
koperasi tersebut harus dikoperasikan lagi melalui proses pengkoperasian. Atau
jika dibiarkan akan tergolong menjadi koperasi yang tidak sehat baik secara
usaha maupun pengelolaannya.
(Muhammad Yusuf Ayyubi Pengawas KOPMA IAIN Syekh Nurjati Cirebon 2017)
0 comments:
Post a Comment